Pernahkah Anda coba menghitung berapa jumlah aset di rumah Anda? Tapi sebelum menghitung, Anda harus tahu apa saja yang bisa menjadi "aset" itu. "Aset" bisa diartikan sebagai harta yang Anda miliki saat ini. Harta apa saja. Bisa berupa benda di rumah, uang tunai, tabungan atau investasi yang Anda punya. Jadi sekali lagi, aset adalah harta yang Anda punya pada saat ini, apapun itu.
Nah, setelah hidup selama bertahun-tahun, coba hitung, apa saja aset yang sudah Anda kumpulkan sampai saat ini? Wah, pasti banyak ya? HP, uang tunai di rumah sebanyak beberapa juta rupiah, tabungan, deposito di bank swasta, perabotan rumah, bahkan mungkin motor dan rumah sendiri. Wow, lumayan ya? Setelah bertahun-tahun bekerja, ternyata banyak juga aset yang bisa Anda kumpulkan.
Tapi masalahnya, nah ini dia, seberapa banyak dari aset tersebut yang memberikan penghasilan kepada Anda? Maksudnya, seberapa banyak dari aset yang Anda punya tersebut yang memasukkan uang buat Anda dan keluarga Anda?
Coba kita lihat: HP Anda pakai sendiri. Motor dan mobil Anda pakai sendiri. Perabotan di rumah? Itu juga dipakai sendiri. Komputer di rumah? Dipakai sama anak-anak. Teve dan radio tape juga dipakai sendiri. Busana dan sepatu? Dipakai sendiri. Astaga....jadi tidak ada satupun dari aset tersebut yang memberikan penghasilan buat Anda? Semuanya dipakai sendiri?
Ada, sih, Pak, kata Anda: uang tunai. Uang tunai, enggak ngasih penghasilan buat Anda. Uang tunai Anda paling-paling ditaruh di lemari dan selalu diambil kalau Anda lagi mau beli baju atau sepatu baru. Ya kan?
Kalau mau jujur, satu-satunya aset yang Anda punya yang memberikan penghasilan buat Anda mungkin cuma deposito Anda. Iya. Deposito, kan, memberi bunga buat Anda. Cuma mungkin bunganya lagi enggak seberapa sekarang.
Nah, ini dia bapak ibu, banyak diantara Anda yang mungkin sudah merasa 'kaya' dengan keadaan Anda sekarang. Setiap mendapatkan uang, Anda mungkin langsung membelikannya barang-barang yang Anda suka. HP baru, baju baru, teve baru, alat fitness baru, sepatu baru, bahkan motor baru atau kendaraan baru. Bahkan setiap teman Anda cerita kalau dia baru beli ini atau beli itu, Anda sering ikut-ikutan beli. Lebih parah lagi kalau Anda datang ke mal, Anda pasti berpikir: "Barang apa yang bisa saya beli sekarang?". Rasanya kalau sudah punya uang, apalagi kalau penghasilan suami Anda besar karena jabatannya cukup tinggi, rasanya Anda sudah kaya sekali. Ya, kan?
Padahal Bapak Ibu, jangan salah, kekayaan seseorang - secara materi - tidak diukur dari seberapa banyak penghasilan yang Anda dapatkan sekarang. Mau jabatan suami Anda direktur ini atau direktur itu sehingga penghasilannya besar, wah bukan dari situ mengukurnya. Bahkan, yang namanya kekayaan, tidak juga diukur dari seberapa banyak harta yang bisa Anda beli dari penghasilan tersebut. Anda bisa beli mobil, motor, rumah sendiri, perabotan mahal di rumah, HP paling canggih, busana atau sepatu baru, bukan itu ukuran Anda kaya atau tidak.
Lo, terus apa dong yang membuat Anda kaya? Yang membuat Anda kaya adalah seberapa banyak dari aset yang Anda punya sekarang yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Itulah yang membuat Anda kaya. Bukan besarnya penghasilan Anda atau suami Anda, bukan juga banyaknya benda-benda di rumah Anda. Besarnya penghasilan yang didapat Anda atau suami Anda percuma saja kalau toh penghasilan itu habis semua dibelanjakan.
Banyaknya benda di rumah Anda juga percuma saja kalau benda-benda itu tidak memberikan penghasilan secara langsung kepada Anda. Tapi yang paling menentukan adalah seberapa banyak dari aset Anda yang bisa memberikan penghasilan buat Anda. Entah penghasilan rutin secara bulanan atau penghasilan yang baru bisa didapat nanti kalau aset itu dijual lagi.
Pantas saja setelah kerja bertahun-tahun, beberapa di antara Anda malah bisa punya penghasilan yang cukup lumayan dan bisa punya benda-benda bagus di rumah, tapi kok, kayaknya keadaan Anda cuma di situ-situ saja dan tidak kemana-mana. Semua itu karena tidak ada satu pun penghasilan Anda digunakan untuk diwujudkan jadi aset yang berguna. Lalu, aset apa saja yang bisa memberikan penghasilan untuk Anda? Saya kasih beberapa contohnya ya:
- Rumah yang disewakan.
- Motor yang disewakan untuk diojekkan (ada setoran yang Anda bakal dapat dari si tukang ojek),
- Mobil angkot yang disewakan ke supir angkot (Anda juga dapat setorannya),
- Deposito (memberikan bunga)
- Bisnis (setiap bulan, 3 atau 6 bulan sekali Anda pasti mengambil sebagian dari keuntungan bisnis tersebut).
Nah, itulah contoh-contoh dari aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda, dalam hal ini penghasilan yang rutin.
Sedangkan selain aset yang bisa memberikan penghasilan rutin, ada juga aset lain yang bisa memberikan penghasilan yang lebih besar, hanya saja dia tidak rutin dan hanya bisa didapat kalau aset tersebut Anda pegang dulu untuk beberapa lama untuk lalu dijual lagi. Walaupun aset itu juga punya risiko turun nilainya kalau Anda jual lagi. Contohnya seperti:
1. Emas koin,
2. Reksadana,
3. Rumah, dan seterusnya.
Nah, bagaimana bapak ibu? Sudah cukup jelas, ya. Jadi, sekarang bagaimana kalau Anda mulai memfokuskan hidup Anda untuk mengumpulkan aset yang bisa memberikan penghasilan buat Anda? Jangan hanya mengumpulkan benda-benda yang akhirnya toh cuma bisa dipakai dan dipakai tanpa bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan. Makin banyak aset produktif yang bisa Anda kumpulkan akan makin baik karena kalau nanti Anda atau suami Anda terpaksa harus berhenti bekerja, Anda sekeluarga bisa tetap punya penghasilan. Bukankah begitu seharusnya?
Safir Senduk, Perencana Keuangan
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 902/XVII
0 komentar: