Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?"
Mendengar pertanyaan cucunya, nenek itu berhenti menulis. Ia memandang cucu kesayangannya itu, lalu berkata, "Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang
nenek pakai." Nenek menjulurkan kedua tangannya, lalu memeluk cucu semata
wayangnya.
"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti", ujarnya
dengan nada lembut penuh kasih sayang.
Mendengar jawaban ini, sang cucu kemudian mengamati pensil itu dengan
teliti. Ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek
pakai, ia kembali bertanya, "Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja
dengan pensil yang lainnya?"
Sambil mengelus kepala cucunya, nenek kemudian menjawab, "Benar! Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
Sejenak sang cucu terhenyak. Dia merasa bingung dan tidak memahami apa yang dikatakan neneknya. Menangkap keraguan dan kebingungan cucunya, nenek itu segera berkata, "Pensil ini mempunyai 5 keunggulan yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup. Kalau kamu selalu memegang dan menjalankan prinsip-prinsip keunggulan itu di dalam hidupmu, kamu akan bahagia."
"Apa itu, Nek?" tanya anak kecil itu tidak sabaran.
"Begini! Dengarkan baik-baik! Keunggulan pertama, pensil ini mengingatkan
kamu kalau kamu dapat melakukan hal-hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya".
"Keunggulan atau kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat pensil ini menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu! Dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena hal-hal itulah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".
"Keunggulan atau kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kepada kita kesempatan untuk menggunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang
salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah
hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang
benar".
"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah
bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab
itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal yang ada di dalam dirimu".
"Kualitas kelima adalah, sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan.
Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apa pun yang kamu perbuat dalam
hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan
sadar terhadap semua tindakan yang kamu lakukan".
Anak kecil itu manggut-manggut, seolah memahami semua yang dikatakan
neneknya. Ia menatap wajah nenek yang mulai keriput sambil tersenyum. Lalu
nenek itu kembali memeluknya, sebelum sang cucu melesat pergi.
(Diedit dari kiriman seorang sahabat)
"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?"
Mendengar pertanyaan cucunya, nenek itu berhenti menulis. Ia memandang cucu kesayangannya itu, lalu berkata, "Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang
nenek pakai." Nenek menjulurkan kedua tangannya, lalu memeluk cucu semata
wayangnya.
"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti", ujarnya
dengan nada lembut penuh kasih sayang.
Mendengar jawaban ini, sang cucu kemudian mengamati pensil itu dengan
teliti. Ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek
pakai, ia kembali bertanya, "Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja
dengan pensil yang lainnya?"
Sambil mengelus kepala cucunya, nenek kemudian menjawab, "Benar! Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
Sejenak sang cucu terhenyak. Dia merasa bingung dan tidak memahami apa yang dikatakan neneknya. Menangkap keraguan dan kebingungan cucunya, nenek itu segera berkata, "Pensil ini mempunyai 5 keunggulan yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup. Kalau kamu selalu memegang dan menjalankan prinsip-prinsip keunggulan itu di dalam hidupmu, kamu akan bahagia."
"Apa itu, Nek?" tanya anak kecil itu tidak sabaran.
"Begini! Dengarkan baik-baik! Keunggulan pertama, pensil ini mengingatkan
kamu kalau kamu dapat melakukan hal-hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya".
"Keunggulan atau kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat pensil ini menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu! Dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena hal-hal itulah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".
"Keunggulan atau kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kepada kita kesempatan untuk menggunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang
salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah
hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang
benar".
"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah
bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab
itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal yang ada di dalam dirimu".
"Kualitas kelima adalah, sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan.
Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apa pun yang kamu perbuat dalam
hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan
sadar terhadap semua tindakan yang kamu lakukan".
Anak kecil itu manggut-manggut, seolah memahami semua yang dikatakan
neneknya. Ia menatap wajah nenek yang mulai keriput sambil tersenyum. Lalu
nenek itu kembali memeluknya, sebelum sang cucu melesat pergi.
(Diedit dari kiriman seorang sahabat)
0 komentar: